Sultan Agung dari Tanah Aceh

Oleh: Muhammad Irfan Alfarisi

Dahulu, di tanah paling barat ujung pulau sumatera pernah berdiri sebuah kerajaan yang sangat makmur dan berdaulat yaitu kerajaan Aceh Darussalam. Di negeri ini pula pernah hidup seorang sultan yang sangat agung dan masyhur, Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam. Seorang sultan sang penguasa perkara negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas tanah Aceh dan tanah Sumatera juga seluruh wilayah-wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam. Pada masa kepemimpinannya lebih kurang selama 30 tahun Aceh benar-benar berada di era kegemilangan sejarah.

Sultan Iskandar Muda merupakan reformis sejati, dia menerapkan reformasi dalam sistem administrasi pemerintahan. Aceh dibagi menjadi beberapa wilayah administrasi yaitu federasi mukim, yang merupakan gabungan dari beberapa mukim untuk dikelola oleh seorang hulubalang dan federasi gampong yaitu gabungan dari beberapa gampong yang dipimpin oleh seorang imuem. Konsepsi tersebut mengatur berbagai hal, salah satunya adalah hak otonomi yang luas, dimana para hulubalang bertindak sebagai perwakilan sultan.

Sultan Iskandar Muda

Iskandar merupakan seorang penakluk yang handal. Dia berhasil memperluas teritorial wilayah Aceh dengan menduduki berbagai wilayah di semenanjung malaya. Mulai dari Pahang, Kedah, Perak, Johor, Satun (Thailand Selatan) hingga Siak atau lebih dikenal dengan nama Riau sekarang. Bahkan Singapura berada dibawah kekuasaan Iskandar Muda. Selain itu, hampir seluruh tanah sumatera berkibar megah panji Aceh Darussalam seperti Pariaman, Tiku, Palembang, Jambi hingga Bengkulu. Karena itu, Iskandar Muda juga diberi gelar Iskandar Agung dari Tanah Aceh.

Pada Abad ke 15, Portugis memiliki pengaruh besar di Malaka dan melihat Kerajaan Aceh sebagai batu penghalang bagi mereka untuk menguasai Sumatera. Setelah memperhitungkan adanya sebuah kesempatan untuk memukul Aceh, serangan gencar mulai dilancarkan oleh Portugis dan berhasil menduduki benteng Kuta Lubok di Krueng Lamreh. Bak gayung bersambut, Aceh menanggapi pernyataan perang Portugis. Pasukan Aceh berada langsung dibawah komando Iskandar Muda dan melawan Portugis mati-matian. Benteng Kuta Lubok berhasil direbut kembali. Tiga ratus serdadu portugis mati konyol dan sisanya melarikan diri kembali ke Malaka. Ditengah pelariannya, armada Portugis yang sudah kalah telak berjumpa pula dengan armada Belanda. Lalu diporakporandakan oleh Belanda, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Peta kuno Sultanat Atschin Kesultanan Aceh, dari jaman Belanda

Karena begitu banyak melakukan penaklukkan di berbagai wilayah, para penulis sejarah Inggris dan Belanda mengejek Iskandar Muda sebagai seorang Raja imperialis. Namun ini merupakan sebuah alternatif bagi Iskandar Muda untuk menghambat laju pengaruh bangsa Eropa di kawasan sumatera yang tentu saja dapat mengancam kedaulatan Aceh. Para ahli sejarah militer mengemukakan jika saja kerajaan Aceh gagal menghancurkan Portugis, kemungkinan besar seluruh kepulauan Nusantara akan dijajah oleh Portugis.

Aceh benar-benar memperoleh kejayan pada era Iskandar Muda. Perdagangan rempah-rempah menjadi komoditi ekspor paling potensial yang ditingkatkan untuk membangun Aceh. Pada masanya juga sebuah undang-undang dasar negara Kerajaan Aceh berhasil disempurnakan yang lebih dikenal dengan nama Qanun Meukuta Alam. Dalam hal ini, Kerajaan Aceh telah memiliki sebuah landasan yang teratur dan kuat. Bahkan Qanun Meukuta Alam menjadi rujukan hukum kerajaan Brunei Darussalam.

Berbagai kisah diatas telah menunjukkan masyhurnya nama Iskandar Muda di dalam dan diluar kepulauan Nusantara. Di setiap pelosok Aceh sendiri orang-orang tahu siapa Iskandar Muda, demikian sejak beratus-ratus tahun sampai sekarang.